Artikel

Hipnoterapis dan Relasi Ganda: Sebuah Tinjauan Etis

28 Juni 2025

Seorang sahabat, setelah membaca tulisan saya sebelumnya berjudul “Mengapa Hipnoterapis Tidak Dianjurkan Menangani Anggota Keluarga”, menyampaikan pendapat serta ketidaksetujuannya terhadap isi tulisan tersebut.

Ia berargumen bahwa dengan kapasitas dan kematangan terapeutik yang mumpuni, seorang hipnoterapis seharusnya mampu menangani siapa pun—termasuk anggota keluarga—selama ia dapat menjaga profesionalisme dan jarak emosional. Baginya, kedekatan emosional justru bisa menjadi modal yang kuat untuk membangun kepercayaan serta mengurangi resistensi klien.

Menurutnya, tidak logis jika seorang dokter tidak boleh mengobati anaknya, atau seorang guru tidak boleh mengajar anaknya. Ia juga menyatakan bahwa hipnoterapis yang tidak bisa menghipnosis atau menghipnoterapi pasangan atau keluarga dekatnya adalah hipnoterapis dengan keilmuan yang sudah usang (jadul).

Dari komentarnya tersebut, saya menyadari bahwa kemungkinan besar ia tidak memahami isi tulisan saya secara menyeluruh. Mungkin ia hanya membaca judulnya tanpa mencermati uraian yang saya jelaskan dengan hati-hati di dalamnya.

Dalam tulisan tersebut, saya menegaskan bahwa hipnoterapis AWGI dilarang atau sangat tidak dianjurkan menangani anggota keluarganya—bukan karena ketidakmampuan atau kurangnya kompetensi, tetapi karena pertimbangan etis dan psikologis yang mendalam.

Secara teknis, hipnoterapis AWGI memiliki kompetensi terapeutik yang tinggi dan mampu menangani beragam kasus yang kompleks dengan tingkat keberhasilan yang sangat baik.

Saya menyayangkan pernyataannya yang menutup ruang dialog dan menunjukkan sikap superioritas intelektual. Dengan menyebut keilmuan hipnoterapis lain sebagai usang, ia tidak hanya mengabaikan prinsip penghargaan terhadap perbedaan pendapat, tetapi juga gagal menunjukkan sikap ilmiah yang terbuka terhadap diskusi.

Dalam ranah keilmuan, ketidaksepakatan seharusnya diungkapkan melalui argumen rasional, bukan dengan labelisasi yang meremehkan atau mengecilkan pandangan lain. Pemikiran yang dianggap keliru selayaknya ditanggapi dengan pemikiran pula, dengan semangat saling belajar dan membelajarkan—bukan penghakiman.

Meskipun (kemungkinan) telah membaca tulisan saya sebelumnya, sahabat ini tetap bertahan pada keyakinannya bahwa hipnoterapis sah-sah saja melakukan terapi kepada anggota keluarga karena dianggap memiliki keuntungan dari sisi kedekatan emosional, tingginya tingkat kepercayaan, serta rendahnya resistensi klien—yang menurutnya berdampak pada meningkatnya efektivitas sugesti.

Benarkah demikian?

Saya memahami perspektif sahabat ini. Kondisi idealnya, memang seorang terapis yang matang seharusnya mampu berlaku profesional dalam situasi apa pun. Namun, dalam konteks praktik psikoterapi, terutama hipnoterapi berbasis hipnoanalisis, ada pertimbangan mendalam yang membuat larangan tersebut tidak sekadar relevan, melainkan esensial. Mari kita bahas secara sistematis.

 

Dua Pendekatan dalam Hipnoterapi

Secara umum, pendekatan hipnoterapi dapat dikelompokkan menjadi dua:

1. Hipnoterapi Berbasis Sugesti:

Terapis memberikan sugesti terstruktur kepada klien dalam kondisi hipnosis dalam, dengan harapan pikiran bawah sadar (PBS) akan menerima dan menjalankan sugesti tersebut. Pendekatan ini cukup banyak digunakan karena relatif cepat dan tidak menggali masalah secara mendalam.

2. Hipnoterapi Berbasis Hipnoanalisis (yang digunakan AWGI):

Terapi tidak berhenti pada pemberian sugesti, tetapi menggali akar masalah sampai tuntas. Terapis memfasilitasi eksplorasi PBS, membuka lapisan-lapisan memori terdalam, dan memproses pengalaman traumatis dengan sangat hati-hati dan sistematis.

Pendekatan kedua membutuhkan kompetensi yang jauh lebih tinggi karena menyentuh inti luka emosional klien—bukan menutupi gejalanya dengan afirmasi positif.

 

Batas Profesional dan Relasi Ganda

Dalam kode etik profesi kesehatan mental APA (American Psychological Association) disebutkan bahwa "multiple relationships" atau hubungan ganda, termasuk relasi dengan anggota keluarga, harus dihindari jika berpotensi mengganggu objektivitas, kompetensi, atau membahayakan klien (APA, Ethical Principles of Psychologists and Code of Conduct, Standard 3.05).

Dukungan terhadap pandangan ini juga dijelaskan dalam kajian oleh Borys dan Pope (1989) yang menyatakan bahwa hubungan ganda, termasuk yang non-seksual seperti keluarga, dapat mengganggu netralitas terapeutik dan merugikan klien secara psikologis. Black (2017) menambahkan bahwa menjaga batas profesional dalam relasi ganda adalah tantangan besar yang sering kali tidak realistis diimplementasikan dalam praktik.

 

Risiko Jika Terapis Adalah Anggota Keluarga

Mari kita bahas secara langsung beberapa kesalahan berpikir (logical fallacy) yang menyatakan bahwa "terapis tetap bisa menangani anggota keluarga", khususnya dalam konteks pendekatan hipnoterapi berbasis hipnoanalisis.

1. Hubungan Emosional adalah Faktor Risiko, Bukan Aset

Memang benar bahwa kedekatan bisa membangun kepercayaan. Namun dalam konteks hipnoanalisis, kedekatan emosional justru membuat proses terapi menjadi bias, tidak netral, dan berisiko tinggi. Klien menjadi tidak bebas mengungkapkan hal sensitif—terutama jika masalahnya berkaitan langsung dengan si terapis.

Tidak semua kepercayaan (trust) itu sehat. Kepercayaan dalam relasi keluarga sering kali tercampur dengan harapan, ketergantungan, atau dinamika kuasa yang tidak disadari.

2.Hipnoterapi Bukan Konseling Biasa

Dalam kondisi hipnosis dalam, klien bisa mengalami katarsis emosional spontan, bahkan mengakses memori yang selama ini terblokir atau terepresi. Bila informasi ini sangat sensitif—misalnya kejadian traumatik masa kecil atau relasi tersembunyi yang selama ini disimpan rapat—terungkapnya informasi tersebut kepada pasangan, orang tua, atau saudara kandung bisa sangat merusak relasi, bahkan menimbulkan trauma baru.

3. Menjaga Peran Itu Tidak Semudah Teori

Pendapat bahwa terapis bisa “tetap profesional dan menjaga peran” saat menangani keluarga adalah pernyataan normatif, bukan realistis. Banyak konflik keluarga justru terjadi karena masing-masing individu sudah terjebak dalam peran yang tidak disadari. Ketika peran terapeutik disisipkan ke dalam sistem ini, hasilnya bisa menjadi kontraproduktif.

Dalam sistem keluarga, peran bukan bisa dijaga—tapi sudah terbentuk dan menetap. Itulah sebabnya netralitas hampir mustahil dicapai dalam konteks ini.

4. Persepsi Otoritas Tidak Terbangun

Dalam hipnoterapi berbasis hipnoanalisis, kepercayaan klien terhadap otoritas dan kompetensi terapis sangat menentukan efektivitas terapi. Dalam hubungan keluarga, persepsi ini sering kali tidak hadir. Seorang anak belum tentu menganggap orang tuanya sebagai terapis yang objektif. Seorang pasangan belum tentu percaya pasangannya bisa menolongnya tanpa membawa dinamika rumah tangga ke dalam sesi terapi.

Tanpa persepsi otoritas yang sehat, tidak ada transferensi yang efektif. Dan tanpa transferensi, proses terapi menjadi kosong.

 

Mengapa Analogi Dokter dan Guru Tidak Relevan?

Salah satu argumen populer adalah membandingkan hipnoterapis dengan profesi dokter atau guru: “Jika dokter boleh mengobati anaknya, mengapa hipnoterapis tidak boleh?”

Jawabannya sederhana: hipnoterapi bekerja langsung di ranah bawah sadar dan emosi terdalam manusia. Ini bukan tindakan medis yang bersifat fisik, atau proses belajar akademik yang terukur dan netral. Hipnoterapi adalah pekerjaan memfasilitasi transformasi di level pikiran bawah sadar, menggali luka emosional, dan membangun ulang persepsi kehidupan seseorang.

Ketika klien membuka lapisan terdalam dirinya, ia membutuhkan ruang aman, netral, bebas penilaian. Ruang ini tidak mungkin hadir jika terapis adalah bagian dari kehidupan sehari-hari mereka, terutama bila ternyata terapis justru adalah bagian dari atau penyebab masalahnya.

 

Penutup: Kompetensi Bukan Sekadar Keterampilan

Seorang hipnoterapis profesional bukan hanya terampil secara teknis, tetapi juga mampu menjaga ruang kesadaran yang utuh, bersih dari afiliasi emosional pribadi. Keputusan untuk tidak menangani anggota keluarga bukanlah karena “tidak kompeten”, “kurang dewasa,” atau 'tidak mampu menjaga peran", melainkan justru karena memahami risiko terapeutik secara utuh.

Etika bukan tentang kemampuan, tetapi tentang keberanian untuk menetapkan batas demi menjaga kehormatan profesi dan keselamatan klien.

Hipnoterapis sejati tahu kapan harus membantu dan kapan harus mundur demi kebaikan yang lebih besar.

Jika Anda sepakat bahwa keberhasilan terapi lebih penting daripada ego terapis, maka pilihan paling etis adalah merujuk anggota keluarga ke terapis lain yang objektif, kompeten, dan profesional.

Bukan siapa yang menerapi yang penting—tetapi bagaimana kita menjaga prosesnya tetap murni dan aman bagi klien.

 

_PRINT